Senin, 14 Maret 2016

Hukum Waris Menurut Kristen


A.        Hukum Waris
Kewarisan sudah barang tentu membahas tentang adanya kejadian penting dalam masyarakat tertentu, yaitu adanya seorang anggota dari masyarakat/keluarga yang meninggal dunia. Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu.
Hubungan-hubungan hukum itu sudah barang tentu tidak lenyap seketika itu, oleh karena biasanya pihak yang ditinggalkan oleh pihak yang wafat tersebut, tidak merupakan seorang manusia atau sebuah barang saja, dan juga oleh karena hidupnya seorang manusia yang meninggal dunia itu, berpengaruh langsung pada kepentingan-kepentingan beraneka warna dari pelbagai anggota masyarakat, dan kepentingan-kepentingan ini, selama hidup seorang itu, membutuhkan pemeliharaan dan penyelesaian oleh orang itu. Oleh karenanya timbul apa yang dinamakan warisan, yaitu cara penyelesaian perhubungan-perhubungan hukum dalam masyarakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia. Dapat dikatakan bahwa perhubungan-perhubungan hukum yang berhubungan dengan wafatnya seseorang dibutuhkan diatur, adalah hanya mengenai kekayaan seorang itu (vermogenrechtstelijk betrekingen).
Maka dapat ditegaskan selaku pengertian warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
ALKITAB
Dalam Taurat Perjanjian Lama kaum Ahli Alkitab, didapatkan pada Kitab Bilangan  mengacu pada pemindahan kepemilikan mayit kepada ahli waris dalam keluarga Israel. Hukum ini dalam Taurat bermula dari pengaduan anak-anak perempuan Zelafehad kepada Nabiullah Musa alaihissalam semoga shalawat dan salam tercurah kepada diri beliau, ketika mereka dapati paman-paman mereka menguasai harta warisan ayah mereka sementara ayah mereka tidak mempunyai anak lelaki.
Maka turunlah Firman Allah kepada Musa yang mengatur pembagian waris. Dimana didalamnya diatur bahwa anak perempuan tidak berhak mendapat warisan JIKA ADA anak lelaki. Keberadaan anak lelaki menghalangi anak wanita mendapatkan harta waris orang tuanya. Barulah ketiadaan anak lelaki memberikan hak bagi anak perempuan. Berikut kisah dalam Taurat Bilangan 31.
Kemudian mendekatlah anak-anak perempuan Zelafehad bin Hefer bin Gilead bin Makhir bin Manasye dari kaum Manasye bin Yusuf–nama anak-anaknya itu adalah: Mahla, Noa, Hogla, Milka dan Tirza dan berdiri di depan Musa dan imam Eleazar, dan di depan para pemimpin dan segenap umat itu dekat pintu Kemah Pertemuan, serta berkata:
 “Ayah kami telah mati di padang gurun, walaupun ia tidak termasuk ke dalam kumpulan yang bersepakat melawan TUHAN, ke dalam kumpulan Korah, tetapi ia telah mati karena dosanya sendiri, dan ia tidak mempunyai anak laki-laki. Mengapa nama ayah kami harus hapus dari tengah-tengah kaumnya, oleh karena ia tidak mempunyai anak laki-laki? Berilah kami tanah milik di antara saudara-saudara ayah kami.”
Lalu Musa menyampaikan perkara mereka itu ke hadapan TUHAN. Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa:
“Perkataan anak-anak perempuan Zelafehad itu benar; memang engkau harus memberikan tanah milik pusaka kepadanya di tengah-tengah saudara-saudara ayahnya; engkau harus memindahkan kepadanya hak atas milik pusaka ayahnya. Dan kepada orang Israel engkau harus berkata: Apabila seseorang mati dengan tidak mempunyai anak laki-laki, maka haruslah kamu memindahkan hak atas milik pusakanya kepada anaknya yang perempuan. Apabila ia tidak mempunyai anak perempuan, maka haruslah kamu memberikan milik pusakanya itu kepada saudara-saudaranya yang laki-laki. Dan apabila ia tidak mempunyai saudara-saudara lelaki, maka haruslah kamu memberikan milik pusakanya itu kepada saudara-saudara lelaki ayahnya. Dan apabila ayahnya tidak mempunyai saudara-saudara lelaki, maka haruslah kamu memberikan milik pusakanya itu kepada kerabatnya yang terdekat dari antara kaumnya, supaya dimilikinya.”
Itulah yang harus menjadi ketetapan hukum bagi orang Israel, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.

2 komentar: