Latar Belakang
IMF menyarankan kepada Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza
Mahendra agar mempermudah pemberian izin pendirian perusahaan untuk
membangkitkan perekonomian setelah krisis. Waktu itu izin ini dikelola
dengan manual, makan waktu lama. Karena pemerintah tak punya biaya,
dalam rapat kabinet Presiden Abdurrahman Wahid memutuskan untuk
mengundang swasta
Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita meminta John
Sarodja Saleh, ahli teknologi informasi, konon rekanan Departemen Hukum,
untuk merencanakan sistem informasi pemberian izin notaris
Tersebut sebuah perusahaan bernama PT Sarana Rekatama Dinamika. Entah
bagaimana ceritanya, PT Sarana ini dikenal oleh Romli. Bisa jadi karena
PT Sarana mengajukan pengesahan akta notaris ke Departemen Hukum.
(Menurut Lembaran Berita Negara tentang akta pendirian perusahaan,
pengesahan PT Sarana ditandatangani Dirjen Romli pada 24 Agustus 2000)
Romli memperkenalkan John Sarodja dengan Hartono, Bambang Tanoesoedibjo,
Rukman Prawirasastra, dan Yohanes Waworuntu dari PT Bhakti Investama.
John Sarodja diminta bekerja sama dengan PT Bhakti untuk membuat sistem
komputerisasi tersebut
Tapi bukan PT Bhakti yang kemudian kerja sama dengan John Sarodja,
melainkan PT Sarana. Pada tanggal ini Direktur Utama PT Sarana
menandatangani perjanjian kerjasama dengan John Sarodja yang karena tak
terkait dengan perusahaan mana pun meminta PT Visual Teknindo Utama
memberikan kuasa direksi kepadanya. Isi perjanjian, PT Sarana memberikan
biaya Rp 512 juta kepada PT Visual untuk pembuatan aplikasi,
pembangunan jaringan, dan pengadaan perangkat keras
PT Sarana mengajukan permohonan sebagai pengelola dan pelaksana sistem
informasi yang kemudian disebut Sisminbakum (sistem administrasi badan
hukum) itu.
PT Sarana resmi bekerja sama dengan KPPDK (Koperasi Pengayoman Pegawai
Departemen Kehakiman) membuat sistem tersebut. Tampaknya ini kelaziman
di Departemen Hukum, bila ada kerjasama dengan swasta, departemen
diwakili oleh KPPDK. (Catatan: nama departmen satu ini berubah-ubah;
sampai 1999, Departemen Kehakiman; 1999-2001, Departemen Hukum dan
Perundang-undangan; 2001-2004, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia; 2004-2009, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; 2010,
menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
KASASI MAHKAMAH AGUNG: SISMINBAKUM BUKAN KORUPSI"
Mahkamah
Agung akhirnya mengabulkan permohonan kasasi terdakwa kasus
Sisminbakum, Prof Romly Atmasasmita dengan aklamasi. Belum jelas benar
apa pertimbangan hukumnya, dan apakah Romly dibebaskan dari dakwaan
karena tidak terbukti melakukan tindak pidana (vrijspraak) atau “dilepaskan dari segala tuntutan hukum” (ontslaag van allei rechtsbevolging). Saya
baru dapat memastikannya, apabila saya telah membaca salinan putusan
MA dengan utuh. Menurut pemberitaan media, Romly dinilai tidak mendapat
keuntungan apapun dari proyek Sisminbakum. Negara juga tidak
mengalami kerugian apapun. Pelayanan publik dengan Sisminbakum berjalan
baik dan “tidak ada sifat melawan hukum”, sehingga dia dilepaskan
dari tuntutan hukum. Demikian dikatakan Ketua Majelis Achmad Taufik
kepada media di gedung Mahkamah Agung hari ini.
Putusan
ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Dengan
pertimbangan hukum seperti di atas, maka segala dakwaan Jaksa dari
Kejaksaan Agung bahwa Sisminbakum adalah korupsi dan negara dirugikan
Rp 420 milyar adalah omong kosong belaka. Romly didakwa melakukan
tindak pidana korupsi bersama-sama dengan beberapa orang, termasuk
Yusril Ihza Mahendra. Sedari awal, Sisminbakum adalah kasus yang
sengaja dikasuskan dengan berbagai latar belakang motif. Ada masalah
pribadi antara Romly dengan Jampidsus waktu itu, Dr Marwan Effendi. Ada
motif politik untuk menghantam Yusril Ihza Mahendra. Ada pula motif
perkelahian bisnis yang melibatkan putri mantan Presiden Suharto, Mbak
Tutut dengan Harry Tanoesoedibyo. Romly didakwa melakukan tindak pidana
dari tahun 2000 sampai 2002. Johanes Woworuntu didakwa melakukan
pidana berlanjut dari tahun 2000 sampai 5 November 2008. Selama periode
ini ada tujuh orang yang pernah menjadi Menteri Kehakiman dan HAM.
Namun hanya nama Yusril yang disebut dalam dakwaan. Kemudian dia
dijadikan tersangka, sementara menteri yang lain tidak. Motif politik
kasus ini terang-benderang.
Dengan
dinyatakannya bahwa dalam kasus Sisminbakum tidak ada unsur kerugian
negara dan tidak ada sifat melawan hukum, maka semua orang yang baik
masih dalam proses perkara seperti Samsuddin M Sinaga, Zulkarnaen
Yunus, maupun yang kini berstatus tersangka seperti Yusril Ihza
Mahendra, Hartono Tanoesoedibyo dan Ali Amran Jannah, mestinya juga
harus dibebaskan dan dihentikan penyidikannya. Putusan Romly ini dapat
pula dijadikan novum bagi Johannes Woworuntu untuk mengajukan
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Yusril Daftar Uji Materi atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan ke MK
Resmi Ajukan Uji Materi Penafsiran UU Kejaksaan
Tantangan Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk berdebat dengan mantan
Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra di arena pengadilan bak gayung
bersambut. Kemarin (6/7) Yusril mendaftarkan permohonan uji materi atas
UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal 22 ayat (1) huruf d UU No 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang mengatur masa jabatan Jaksa Agung
dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional)
sebelum dilakukannya legislative review yang berlaku prospektif ke
depan. Artinya, masa jabatan Jaksa Agung dinyatakan konstitusional
dengan tafsir berakhirnya masa jabatan Jaksa Agung berakhir bersamaan
dengan masa jabatan Presiden yang mengangkatnya sesuai praktek
ketatanegaraan di Indonesia.
Yusril berharap dirinya bisa berdebat dengan Hendarman dalam
persidangan di MK. "Ente jual, ane beli (kamu jual, saya beli, Red),"
kata Yusril di gedung MK. Istilah tersebut menggambarkan bagaimana
tersangka kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum
(Sisminbakum) itu menerima tantangan berdebat Hendarman.
Menurut Yusril, yang diuji penafsirannya adalah pasal 19 sampai 22 UU
Kejaksaan. Pasal-pasal itu berkaitan dengan mekanisme pengangkatan dan
penghentian jaksa agung yang selama ini diperdebatkan sejumlah kalangan.
Pria yang juga menjabat ketua Dewan Syura Partai Bintang Bulan (PBB)
itu menerangkan, konstitusionalitas pasal-pasal tersebut akan diuji
dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam
pasal 1 dan pasal 28d ayat 1 UUD 1945.
Yusril yang mengaku sebagai tim penyusun UU tersebut beranggapan,
asumsi saat menyusun UU itu adalah jaksa agung otomatis menjadi anggota
kabinet. ''Itu kan sudah menjadi konvensi ketatanegaraan selama lebih
dari 40 tahun," tutur Yusril. Jadi, dengan berakhirnya masa bakti
kabinet, berakhir pula masa jabatan jaksa agung. Tapi, kenyataannya,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak memberhentikan Hendarman
sebagai jaksa agung pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Padahal,
kabinet tersebut dibubarkan pada 20 Oktober 2009. Nah, saat SBY kembali
menjadi presiden dan membentuk Kabinet Indonesia Bersatu jilid II (KIB
II), tidak ada pengangkatan Hendarman secara resmi. Karena itu, Yusril
menganggap jabatan Hendarman ilegal.
Berdasar pasal 22 UU Kejaksaan, jaksa agung diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit
jasmani dan rohani terus-menerus, berakhir masa jabatannya, serta tidak
lagi memenuhi salah satu syarat lagi sebagai jaksa agung. "Nah, yang
jadi soal kan tidak disebutkan secara rinci berakhir masa jabatan itu
seperti apa," kata suami Rika Tolentino Kato itu. Namun, kalau tidak
dikaitkan dengan pembubaran KIB, lanjut Yusril, jaksa agung bisa
menjabat seumur hidup. Penafsiran persoalan inilah yang diuji.
Yusril juga berharap SBY langsung menunjuk Hendarman sebagai kuasa
hukumnya dalam persidangan ini. "Ya, biar nafsunya berdebat dengan saya
tersalurkan. Di MK, saya maju sendiri tanpa kuasa hukum biar bisa ketemu
dia (Hendarman),'' ucapnya.
Menyangkut panggilan kedua dari Kejagung untuk menjalani pemeriksaan
sebagai tersangka kasus Sisminbakum, Yusril belum akan memenuhinya.
Secara terpisah, Kejagung siap menghadapi uji materi atas penafsiran
UU Kejaksaan yang diajukan Yusril ke MK. "Silakan saja, itu hak yang
bersangkutan. Kami siap menyikapinya," kata Kapuspenkum Kejagung Didiek
Darmanto kemarin.
Di bagian lain, kasus Sisminbakum yang menyeret Yusril semakin
berbuntut. Salah satu terpidana yang juga Dirut PT Sarana Rekatama
Dinamika (SRD), Yohanes Waworuntu, melaporkan Hary dan Hartono
Tanoesoedibjo ke KPK atas dugaan penyalahgunaan fasilitas negara dari
layanan Sisminbakum.
"Kedatangan kami kemari untuk mengajukan pengaduan terkait tindakan
yang dilakukan pemilik PT SRD. Yakni, atas penggunaan fasilitas negara
untuk kepentingan kelompok usaha, yang merugikan keuangan negara lewat
Sisminbakum," ujar Eggi Sudjana, kuasa hukum Yohanes, di gedung KPK
kemarin (6/7).
Eggi menguraikan, terdapat beberapa bukti penyalahgunaan fasilitas
layanan Sisminbakum yang dilakukan Hary dan Hartono. Di antaranya,
menyalurkan biaya-biaya pengesahan badan hukum perseroan terbatas
senilai Rp 378 miliar langsung ke rekening PT SRD. Padahal, menurut
Perpu No 22/1997, aliran dana pengesahan badan hukum dalam layanan
Sisminbakum lebih dulu masuk ke rekening negara sebagai pendapatan
negara bukan pajak (PNBP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar